Sabtu, 02 Juli 2011

Apakah Itu Marketing ...?


HERMAWAN KERTAJAYA

Sampai sekarang pun, masih banyak yang bertanya kepada saya tentang apa sih sebenarnya marketing itu? Binatang atau makanan apa iku yoh? Padahal, sudah banyak orang yang pegang kartu nama dengan posisi marketing. Juga, sudah banyak buku maupun seminar tentang marketing.
Memang, sampai sekarang pun, masih banyak kesalahpahaman tentang marketing. Paling banyak mengartikannya sebagai penjualan atau sales. Yang juga banyak, ada anggapan marketing adalah promotion dan itu berarti spending money untuk sesuatu yang belum tentu hasilnya. Karena itu, terus ada anggapan bahwa marketing hanya cocok untuk perusahaan besar.
Yang kecil-kecil belum waktunya… nanti malah bangkrut sebelum dapat hasil nyata. Terus, ada yang baca buku atau ikut seminar di mana-mana, jadi punya kesimpulan bahwa advertising is dead, PR is upWow, jadi akhirnya orang-orang berbondong-bondong meninggalkan marketing yang lebih banyak diartikan advertising itu dan mulai menggantinya dengan even-even yang banyak diartikan sebagai PR.
Yang lebih ”maju” menganggap marketing itu sama dengan branding. Tapi, kemudian, juga gak kurang-kurang yang kebablasan mengartikan bahwa marketing adalah sekadar logo-ing. Karena itu, lantas banyak perusahaan yang mengundang desainer logo untuk memberikan beberapa alternatif. Mereka berpikir, dengan berganti logo yang keren, berarti perusahaan tertentu sudah jadi perusahaan yang ber-marketing.
Kesalahpahaman yang berakibat pada kesalahkaprahan semacam itu masih sering terjadi, walaupun saya mulai ”memperkenalkan” marketing yang sesungguhnya lewat Jawa Pos sejak lebih dari 20 tahun yang lalu!
Mungkin sebagian orang masih ingat. Tapi, tentunya generasi yang sekarang tidak tahu bahwa kelahiran marketing modern di Indonesia adalah dari Surabaya, lewat tulisan-tulisan hari Rabu saya di Jawa Pos.
Ketika ditantang Pak Dahlan Iskan untuk ikut mengembangkan Jawa Pos sebagai ”Koran Nasional dari Surabaya”, saya langsung ikut melihat kesempatan itu. Melalui rapat-rapat di kantor Jawa Pos yang ketika itu masih di Kembang Jepun, kami berenam, bersama teman-teman Surabaya yang lain, termasuk Pak Tjuk Sukiadi dan Pak Basroni Rizal, diminta memilih topik dan hari. Di situlah saya memilih marketing dan Rabu.
Untuk menggairahkan semangat marketing yang waktu itu dianggap sebagai major paling tidak laku di kalangan fakultas ekonomi, saya bahkan mengundang Pak Dahlan untuk menjadi pembicara tamu di kelas saya (waktu masih mengajar di Ubaya).
Jawa Pos yang waktu sedang dibangun dengan strategi flanking terhadap Surabaya Post yang raksasa saya jadikan kasus kontes di kalangan mahasiswa Ubaya. Hadiahnya? Cukup berlangganan gratis selama sebulan bagi tim pemenang.
Waktu itu, saya bahkan sempat khusus menulis kasus Jawa Pos yang saya anggap sebagai David yang sedang berjuang melawan Goliath. Konon kabarnya, kasus itu pernah dipresentasikan Pak Dahlan dalam salah satu konferensi SPS (Serikat Penerbit Suratkabar) atau PWI (saya tidak ingat). Tulisan Reboan itu yang akhirnya berlangsung sampai 10 tahun, tanpa absen, menjadi buku laris saya yang pertama.
Buku tersebut diedit oleh Sonny, salah seorang pionir MarkPlus di Surabaya (sekarang konsultan butik dan pemilik merek Air Mata Kucing), yang waktu itu hanya bekerja bersama tiga orang lainnya. Yaitu, Agus Giri (sekarang bos MarkPlus Indonesia Timur), Vivi Jericho (sekarang CFO MarkPlus di Jakarta), dan Hartono Anwar (sekarang sudah punya perusahaan riset sendiri). Marketing Plus jilid satu sampai kelima diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan.
Cerita-cerita ringan hasil pengamatan saya di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia, maupun di seluruh dunia yang saya hubungkan dengan konsep marketing dalam artikel Reboan itu ternyata berhasil mulai menggairahkan dan ditunggu pembaca Jawa Pos.
Kisah Jawa Pos sendiri yang akhirnya menjadi cerita marketing legendaris menjadi bukti bahwa marketing memang bukan sekadar penjualan, promosi, iklan, atau branding yang hanya bisa dilakukan oleh perusahaan gede. Buat saya, Dahlan Iskan is one of the Great Marketer of Indonesia yang sulit ditiru orang.
Beliau bahkan tidak segan-segan datang ke kantor PT Panggung di Jalan Waru dini hari sekadar untuk bisa menyaksikan World Cup (yang pada 1980-an hanya bisa ditangkap oleh antena ”wajan” raksasa yang ketika itu cuma ada di situ). Perlunya? Untuk menggambar gol-gol yang tercipta guna dicetak di Jawa Pos, sehingga bisa dinikmati pembaca saat paginya. Langsung.
Waktu itu, saya memang masih menjadi GM marketing di situ (PT Panggung) dan beruntung karena diizinkan membolehkan Pak Dahlan masuk ke pabrik oleh Pak Ali Subroto yang ketika itu menjabat direktur produksi (sekarang Dirut). Lewat diferensiasi seperti itulah (ditambah banyak yang lain tentunya), akhirnya sang David bisa mengalahkan Goliath.



Kan saya memang selalu mengatakan di mana-mana, inti marketing itu adalah PDB (positioning, diferensiasi, dan brand). Bukan promosi dll itu.
Nah, setelah sekarang MarkPlus Inc ada di Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, Singapura, Kuala Lumpur, dan tentunya Surabaya, rasanya berdosa kalau saya tidak melakukan sesuatu bersama Jawa Pos lagi di Surabaya.
Atas perkenan ”walubi” atau ”wanita luar biasa” Jawa Pos yang selalu saya kagumi, yaitu Mbak Nany Widjaja, mulai hari ini sampai 10 Juli, saya akan menulis lagi tiap hari untuk Anda. Kenapa sampai 10 Juli aja? Ya, pada tanggal itu, puncaknya, saya akan meng-organize The MarkPlus Conference yang akan menghadirkan lebih dari 12 pembicara dari Jakarta untuk membahas berbagai aspek marketing.
Berbagai ketua Asosiasi Industri di Jatim, termasuk Sang Maestro Dahlan Iskan, juga diharapkan hadir sebagai panel yang akan saya moderatori sendiri. Menkominfo Moh. Nuh yang arek Suroboyo akan datang membuka acara, sedangkan saya sendiri akan mengulas Mid Year Review Marketing in 2008 secara nasional.
Peserta sejumlah 1.000 orang nanti juga bisa memilih topik bahasan dalam tiga parallel sessions dengan panel yang berbeda. Pokoknya, baru kali pertama ada yang begini di Surabaya! Kenapa harus ngotot seperti ini? Sebagai arek Suroboyo, saya merasa punya misi untuk ikut me-marketing-kan Surabaya dengan event yang different ini. Hitung-hitung ikut sekadar membantu Cak Bambang D.H. dan Cak Arif Afandi supaya Surabaya lebih sparkling.
Kan jebul-jebulnya yang terpenting marketing adalah differentiation yang bisa men-support positioning sebagai strategi dari branding kita…
Bagaimana pendapat Anda? (*)

Tidak ada komentar: